Andini, Salzabillah (2021) Akibat hukum perjanjian jual beli secara angsuran di masa pandemi covid 19 berdasarkan Burgerlijk Wetboek. Bachelor (S1) thesis, Wijaya Kusuma Surabaya University.
Text
ABSTRAK (2).pdf Download (535kB) |
|
Text
turnitin sabila.pdf Download (38kB) |
Abstract
Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial yang sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, maka manusia tidak dapat hidup sendiri akan tetapi memerlukan kehadiran manusia lain. Manusia satu dengan manusia lainnya berhubungan secara timbal balik yang juga dapat menimbulkan suatu hubungan hukum. Hubungan hukum yaitu suatu hubungan antara pihak satu dengan pihak yang lain yang menimbulkan akibat hukum. Sumber perikatan terdiri dari perjanjian dan undang-undang. Pada suatu perjanjian terdapat perjanjian jual beli yang dilakukan dengan cara angsuran, yang dimana perjanjian dengan angsuran pembayaran itu sangat berpotensi untuk tidak terpenuhi pembayarannya karena beberapa sebab tertentu, baik itu sebab yang disengaja ataupun sebab lain yang diluar dugaan oleh salah satu pihak. Salah satu contohnya sebab diluar dugaan adalah pandemi covid-19. Pandemi tersebut telah ditetapkan oleh presiden sebagai bencana non alam. Rumusan masalah pada penulisan skripsi ini adalah Pertama, karakteristik debitur dinyatakan wanprestasi akibat covid-19 dalam perjanjian jual beli secara angsuran Kedua, akibat hukum perjanjian jual beli secara angsuran manakala terjadi wanprestasi pada masa pandemi covid-19. Metode yang digunakan dalam skripsi ini yakni menggunakan metode penelitian normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan penelitian terhadap aturan Perundang-undangan dan literatur atau bahan bacaan yang berkaitan dengan materi yang dibahas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil penelitian terdapat suatu kesimpulan. Pertama; Perjanjian jual beli secara angsuran cara pembayarannya tidak dilakukan secara tunai melainkan secara berkala yang dimana pihak debitur dituntut untuk melakukannya hingga perjanjian itu berakhir. Apabila dalam perjanjian tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya debitur, dan pihak kreditur telah memberikan somasi maka debitur telah melakukan wanprestasi. Namun, pada masa pandemi ini sudah sepatutnya ada pengecualian dan penyesuaian terhadap kapan debitur dikatakan masuk dalam keadaan wanprestasi, sehingga dapat dilakukan gugatan oleh kreditur, sepanjang hambatan yang dimiliki oleh debitur itu adalah efek langsung kepada dirinya akibat pandemi. Kedua: Terjadinya pandemi covid-19 ini hanya bersifat menunda pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur dan tidak menghapuskan sama sekali kewajiban debitur kepada kreditur. Untuk melindungi kepentingan para pihak dan memastikan debitur untuk tetap memenuhi kewajibannya, maka renegosiasi kontrak penting untuk dilakukan. Para pihak dapat mengatur kembali hal- hal yang diperlukan untuk melindungi kepentingan para pihak guna menyikapi keadaan baru (pandemi covid- 19). Hal yang sangat penting adalah penggolongan pandemi covid-19 ini sebagai force majeure, karena force majeure dapat digunakan hanya untuk menepis gugatan wanprestasi. Force majeure identik dengan bencana alam, sedangkan pemerintah menetapkan pandemi covid-19 sebagai bencana nasional non-alam. Kendati demikian pandemi Covid-19 tetap bisa digolongkan sebagai force majeure, lebih tepatnya jenis force majeure temporer Kata Kunci: perjanjian, wanprestasi, covid-19
Item Type: | Thesis (Bachelor (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kata Kunci: perjanjian, wanprestasi, covid-19 |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law |
Depositing User: | Salzabilla Andini Salzabillah andini |
Date Deposited: | 15 Feb 2021 07:44 |
Last Modified: | 15 Feb 2021 07:44 |
URI: | http://erepository.uwks.ac.id/id/eprint/7916 |
Actions (login required)
View Item |
Downloads
Downloads per month over past year